Situasi sekarang ini kita kerap kali bahkan sangat sering mendengarkan pembicaraan-pembicaraan seputar yang berikut ini ...
Sebuah pembicaraan di kalangan karyawan usia 25-35 tahun:
Si A: “Saya kemarin baru lihat slip gaji bulan ini, ternyata kenaikan yang saya terima tidak sebanding dengan apa yang saya sudah berikan untuk perusahaan. Saya berharap lebih ternyata hanya 7% kenaikannya.”
Si B: “Bagus kamu dapatnya 7%, sedangkan saya yang sudah lebih lama dari kamu kerjanya cuma dapat 4% saja. Padahal saya sudah memiliki keluarga, sementara kebutuhan meningkat tapi di luaran inflasi lebih tinggi. Saya menyadari sepenuhnya bahwa daya beli saya menurun dari tahun ke tahun. Karenanya saya berpikir untuk punya alternatif penghasilan selain daripada gaji.”
Sebuah pembicaraan di kalangan karyawan dan manager di masa kerja 10-15 tahun:
Si A: “Kata teman saya kalau kita sudah bekerja 10 tahun, dan kita melihat bahwa kemungkinan dalam 5 tahun ke depan (sebelum usia 40 tahun) kita belum bisa mencapai posisi puncak di perusahaan kita bekerja, sudah seharusnya kita pindah kapal atau keluarkan sekoci (perahu kecil penyelamat) supaya kita bisa keluar dari sikon yang tidak akan menguntungkan bagi kita. Gitu katanya !”
Si B: “Persis sama dengan yang saya dapat dari paman saya kemarin ketika ada kumpul keluarga. Dia juga menyarankan begitu. Dia sekarang sudah menjadi pengusaha sukses karena mengambil keputusan tepat di saat usia pra 40. Dibutuhkan niat, motivasi dan keberanian mengambil keputusan katanya.”
Sebuah pembicaraan di kalangan karyawan, general manager, direktur di usia 40+ tahun:
Si A: “Saya sedang memikirkan apa yang akan saya lakukan untuk bisa mempertahankan gaya kehidupan saya seperti sekarang ketika saya sudah tidak menjabat lagi. Baru saja tadi saya makan siang dengan teman profesional yang baru saja melepaskan jabatannya dan sekarang dia kembali ke status keprofesian (tidak menjabat structural lagi). Dia menyesal tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi masa seperti kini. Sekarang dia harus cari tambahan untuk mempertahankan kehidupannya.”
Si B: “Pengalaman ini terjadi dengan kakak saya yang tahun lalu mengalami hal seperti itu, sekarang dia harus berjuang untuk mencari nafkah lebih dengan berdagang di luar pekerjaan utamanya. Ini peringatan bagi kita sekaligus pembangkit motivasi kita untuk mengambil tindakan tepat sekarang untuk antisipatif.”
Sebuah pembicaraan di kalangan calon pensiun dan pensiunan:
Si A: “Kenapa ya perusahaan baru memberikan pembekalan dan pelatihan kepada kita sekarang ini untuk menyiapkan masa pensiun, sementara usia kita sudah masuk masa dimana kita lebih takut, cemas, ragu, bingung. Ternyata uang pensiun yang saya terima hanya 20% dari gaji pokok saya terakhir. Jadi saya harus menyesuaikan gaya hidup saya untuk turun 80% dari biasanya.
Si B: “Apa yang kamu alami sudah saya alami 10 tahun lalu. Untungnya saya ketika di usia muda produktif menyempatkan diri menyisihkan waktu untuk mempersiapkan sumber penghasilan lain untuk menyokong kehidupan keluarga dan persiapan pensiun. Saya lakukan ketika usia saya 30an tahun. Bersyukur saya bahwa itu pilihan keputusan tepat. Dibutuhkan waktu 5 tahun memiliki suatu usaha mandiri yang stabil menguntungkan dan terus berkembang sampai sekarang.”
Sebuah pembicaraan di kalangan ibu rumah tangga:
Si A: “Jeng, aku lagi pusing nih mana anak mau masuk sekolah lanjutan butuh biaya besar, sementara gaji suami nggak cukup. Barang harga di luar mulai melambung lagi. Ada usul nasehat bagaimana untuk mensikapi dan mensiasati situasi keuangan keluargaku, Jeng?”
Si B: “Yang aku alami selama ini yan aku dan suami berusaha keras untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari apa yang kami masing-masing bisa dan punya kelebihan kemampuan. Alhamdulillah bisa tercukupi. Tapi itupun kita harus menyesuaikan pilihan gaya hidup kita. Hemat dan mengeluarkan uang yang tepat guna.”
Sebuah pembicaraan di kalangan mahasiswa:
Si A: “Eh, kemarin om saya bilang ke saya bahwa kalau kita lulus S1 lalu kerja di perusahaan sangat bagus dapat gajinya ternyata di bawah dari nilai layak hidup di kota kita tinggal. Apalagi kalau kita sudah berumah tangga. Sekarang bukan zamannya lagi untuk kerja cari pengalaman aja dulu, tanpa harus mikirin berapa besar gajinya, kata om saya. Sekarang kita harus mencari pekerjaan yang bisa memberikan kelayakan hidup. Saran dia, kita dari sekarang sudah harus punya orientasi produktif menghasilkan dari kegiatan usaha, bisa dimulai dengan berdagang kecil-kecilan dulu di masa mahasiswa, sambil belajar meningkatkan kecerdasan bisnis.
Si B: “Benar sekali. Itu juga yang disarankan oleh kakak kelas kita. Dia mengalami persis seperti apa yang om kamu katakan. Kebetulan sekali dia ketika mahasiswa sudah memulai bisnis. Ternyata ketika dia melamar pekerjaan tapi sudah punya penghasilan dari bisnis dia itu, membuat dia punya posisi tawar yang bagus ketika interview. Jadilah dia dapat pekerjaan yang lebih baik daripada kakak-kakak kelas kita lainnya yang melamar pekerjaan tapi tidak punya posisi tawar.
Sebuah pembicaran di kalangan pengusaha, pebisnis, wirausahawan yang sukses dan yang baru mulai:
Si A: “Pernah tahu ngga fakta ini … dari 100 orang memulai usaha, yang bertahan di tahun ke 5 tinggal 10 orang, lalu di tahun ke 10 tinggal 1 orang. Aku nggak nakut-nakutin lho tapi ini kamu harus tahu bahwa ini fakta hokum alam. Apakah ini membuat kita jadi mundur? TIDAK. Kita maju terus dengan kita harus tahu bahwa kita harus mendapatkan edukasi, pembimbingan dan wadah usaha yang tepat, sehingga kita akan sukses berwirausaha. Itu yang aku alami.
Si B: “Oh gitu ya, pantesan di sekitar jalan ray dekat rumah saya banyak sekali usaha yang patah tumbuh hilang berganti dalam 1-2 tahun. Ada salon, binatu, bengkel, rumah makan, fotokopi dan lain-lain. Rupanya ada hokum alam seperti itu ya. Jadi saya harus mempersiapkan diri secara edukasi pola piker, mental, sikap, disiplin, gaya hidup dan mendapatkan pembimbing yang tepat untuk bisa belajar ya. Saya kira tadinya dengan punya modal saja saya sudah bisa memulai dan mempercayakan usaha itu untuk dijalankan poleh orang yang kita percaya. Ternyata ngga begitu ya.
Sebuah pembicaraan di kalangan pengusaha berpengalaman:
Si A: “Tahun lalu saya diversifikasi buka usaha baru. Semua perhitungan di atas kertas dan peta kekuatan sudah diperhitungkan akan balik modal dalam waktu 5 tahun. Tapi ternyata faktor eksternal dan internal yang di luar kendali kita membuat itu jadi berantakan. Barusan saya baru meeting untuk ambil keputusan untuk lakukan cut-loss untuk menghindari kerugian lebih besar. Bagaimana dengan usaha kamu sekarang.”
Si B: “Sama … kita mengalami sikon yang sama. Dua bulan lalu saya lakukan cut-loss juga. Sekarang ada info ngga kira-kira usaha apa yang tahan untuk bisa terus berjalan dan berkembang ya. Saya dengan si C sangat sukses dengan pilihan usaha dia yang dia tekuni dan sudah diversifikasi ke beberapa lain juga sukses. Kenapa kita nggak ngobrol tukar pikiran dengan si C, siapa tahu dapat ide peluang dan informasi berharga ya.”
------------------------------------
Situasi manakah yang relevan dengan kita ?
Bagaimana kita mensikapi dan mensiasati sikon kita dan apa langkah nyata kita?
Program MBA 10/10: (BUKAN … Master of Business Administration), TAPI …
• MEGA BUSINESS APPRENTICE (program magang membangun bisnis pribadi yang besar)
• MEMBANGUN BISNIS ASET pribadi
• MIND your own BUSINESS ASSET
Dalam waktu 10 bulan paruh waktu dibimbing untuk membangun bisnis asset pribadi minimal senilai Rp 2 Milyar yang akan menghasilkan Residual Cashflow In sebesar Rp 10 juta per bulan secara kontinu.
1. Bandingkan dengan kenaikan gaji pada umumnya 10% per tahun. Dibutuhkan gaji sekarang Rp 100 juta/bln dulu untuk mendapatkan kenaikan Rp 10 juta.
2. Bandingkan dengan kalau kita harus mengumpulkan menabung uang mencapai 2 Milyar. Bila kita menabung Rp 2 juta per bulan maka dibutuhkan waktu 83 tahun menabung.
3. Bandingkan untuk mendapatkan uang Rp 10 juta pasif dari menyewakan ruko, maka dibutuhkan memilki dulu 2 ruko senilai @Rp 1 Milyar untuk mendapatkan uang sewa sebesar Rp 10 juta/bulan.
4. Bandingkan dengan kalau sebagai pengusaha harus mendapatkan net profit (keuntungan bersih) sebesar Rp 2 Milyar, harus mendapatkan proyek yang besarnya mungkin sebesar 10 Milyar ke atas. Belum modal dan resiko yang akan dihadapai.
5. Bandingkan dengan harus memiliki deposito di bank sebesar Rp 2 Milyar untuk mendapatkan bunga pola bagi hasil sebesar Rp 10 juta/bulan.
Rasanya ke 5 (lima) pilihan alternatif di atas adalah pilihan yang tidak realistis untuk mayoritas kita.
Bagaimana dengan kita ??
Muara dari semua situasi tersebut adalah … sebuah keputusan untuk mau berubah.
Memiliki pola pikir … untuk kemandirian financial dengan memiliki sumber penghasilan berkesinambungan (tidak putus-putus)yang dapat mencukupi bahkan melebihi dari kebutuhan gaya hidup yang kita pilih.
Semua yang ada di dunia sekarang diawali dengan sebuah ide dan mimpi. Apa mimpi kita ?
Kemudian dilanjutkan dengan niat, keputusan dan komitmen untuk mewujudkannya.
Mulailah melangkah dengan semangat dan punya hasrat menggebu untuk meraihnya.
Program MBA 10/10 akan jadi wadah yang tepat untuk sikon anda yang manapun !!
Salam 10/10,
Aldi A. Affandi
Principal for Program MBA 10/10
0838-98-0022-98
0815-8620-5277
aldi_affandi@yahoo.com
benar benar sebuah percakapan yg sering saya dengarkan setiap hari.....
BalasHapusmemberikan pencerahan, semangat dalam berwirausaha, untuk memberikan manfaat pada masyarakat sekitar. ..
BalasHapus